Tampilkan postingan dengan label Kalimantan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kalimantan. Tampilkan semua postingan

Menyusuri Sungai Sekonyer di Tanjung Puting

Wisatawan tengah santai menikmati suasana Sungai Sekonyer di atas perahu kelotok
Melancongyuk - Melihat orangutan di alam liar merupakan atraksi utama yang bisa dilakukan wisatawan saat berkunjung ke Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP), Kotawaringan Barat, Kalimantan Tengah. Namun tidak hanya itu, masih banyak hal yang bisa dinikmati wisatawan saat berpetualang ke TNTP.

Yomie dari Orangutan Days menjelaskan, yang menjadi highlight dari paket wisata di TNTP selain melihat orangutan adalah wisata susur sungai Sekonyer. Atau yang juga disebut sebagai Amazon di Indonesia.

"Wisata susur sungai adalah salah satu yang disukai. Banyak wisatawan yang sangat menikmati suasana saat menyusuri sungai ini," kata Yomie.

Sungai Sekonyer adalah salah satu sungai utama tempat lalu lalang kapal-kapal kelotok menuju TNTP. Dinamakan Sekonyer karena di muara sungai ini menjadi lokasi karamnya Kapal Patroli Belanda Lonen Konyer, yang rusak akibat tembakan meriam para pejuang rakyat Kotawaringin Barat. Mereka bersembunyi di balik rimbunnya pohon nipah yang saat ini masih terjaga asri hingga kini di sisi sungai Sekonyer.

Selama mengarungi Sungai Sekonyer di siang hari, wisatawan yang menggunakan kapal kelotok akan dimanjakan rimbunnya pohon di sisi sungai yang membentuk koridor alami. Wisatawan dapat menyusuri sungai sambil melihat hewan-hewan khas di pinggir sungai. 

Mulai dari Bekantan, uwa-uwa dan kera ekor panjang. Biasanya mereka berkelompok sehingga sangat mudah untuk ditemukan.

Ada juga deretan burung-burung dengan suara dan warnanya yang indah. Mulai dari burung raja udang, burung bubut, juga enggang atau rangkong.

Tidak hanya di darat dan di atas pohon, kehidupan hewan liar Sungai Sekonyer juga terdapat di dalam sungai. Sungai Sekonyer menjadi habitat alami buaya muara juga buaya sinyulong serta ular. Namun untuk bisa melihat buaya membutuhkan kejelian mata. Selain itu juga sedikit keberuntungan.

Wisatawan menikmati makan siang di atas perahu kelotok Princess Kumai menyusuri Sungai Sekonyer di Taman Nasional Tanjung Puting
Tidak perlu khawatir dengan keberadaan mereka. Asalkan wisatawan menaati peraturan dan imbauan yang sudah ditetapkan.

Salah satunya adalah dengan tidak berenang di sungai. Karena buaya-buaya itu lebih banyak berada di bawah air.

Sementara di petang dan malam hari, kapal-kapal akan menepi di pinggir sungai ataupun dermaga-dermaga kecil yang ada di sepanjang Sungai Sekonyer. Disinilah sensasi yang akan membuat pengalaman wisata tidak terlupakan. 

Menikmati nyanyian alam dari binatang-binatang malam di bawah terpaan sinar bulan tanpa sinyal dan minim aktivias digital, akan membuat suasana begitu menenangkan.

Bahkan jika anda bisa bertambat di dermaga Pondok Ambung, siapkan waktu untuk melakukan night tracking. Didampingi petugas setempat, anda akan diajak menembus hutan di malam hari, menembus jalur dan "berburu" hewan-hewan yang beraktivitas di malan hari.

Mulai dari Tarsius juga kukang. Atau juga macan dahan, ular piton, glowing mushroom dan banyak lainnya.

"Semua itu bisa dilakukan di Tanjung Puting. Dan kapal klotok menjadi rumah bagi wisatawan tinggal. Di kapal ini semua kebutuhan tersedia. Ibaratnya hotel di atas sungai," kata Yomie.

"Jadi mulai dari susur sungai dengan klotok, pengamatan hewan, melihat pemberian makan orang utan, trekking siang dan malam, camping, kadang kanoing, juga adopsi pohon. Wisatawan dijamin tidak akan bosan berada di Tanjung Puting," kata dia.

Ada banyak pilihan kapal klotok yang bisa dipilih wisatawan. Harganya pun beragam mulai dari Rp 2 juta hingga Rp 4 juta per orang untuk empat hari tiga malam.

"Tapi bisa disesuaikan dengan keinginan wisatawan. Ada yang hanya satu hari atau bahkan lebih dari empat hari," kata Yomie yang juga pemilik dari tour operator Orangutan Days.


Pulau Kembang, Wisata Kera Berbalut Ziarah di Sungai Barito


Melancongyuk - Perahu kelotok ukuran kecil itu mencabik-cabik gelombang air Sungai Barito. Si paman klotok-- sebutan juru mudi perahu bermesin tempal-- memacu dengan kecepatan sedang. Deru mesin tempel lamat-lamat mengecil ketika si paman klotok menepikan perahunya ke sebuah dermaga kayu.

Ia bergegas mencari posisi labuh di sela-sela perahu klotok lain yang lebih dulu tiba di lokasi. Sepuluh menit sejak bertolak dari sebuah dermaga di ujung Jalan Belitung Darat, Kota Banjarmasin, saya tiba di lokasi wisata Pulau Kembang ketika hari beranjak siang, Minggu (4/3/2018). Lokasinya tepat di tengah aliran Sungai Barito yang masuk administrasi Kecamatan Tamban, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.

Berdiri tepat di pinggir dermaga, petugas loket sudah menyambut para pelancong. Petugas mengutip duit karcis masuk Rp 7.500 per orang saat akhir pekan dan hari libur. Adapun di hari biasa, tarifnya hanya Rp 5.000 per orang. Beres menebus karcis, saya melangkah masuk dan menyusuri secuil area pulau seluas 60-an hektare itu. Pulau Kembang sudah ditetapkan sebagai lokasi wisata dan habitat kera ekor panjang berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor 788/Kptsum12/1976.

Pelancong mesti melewati altar utama berkelir kombinasi merah-kuning, sebelum masuk ke lokasi hutan bakau dan tumbuhan lainnya. Sepasang patung kera jentan dan betina putih hanoman menyambut pengunjung di altar tersebut. Untaian bunga nampak menggantung di kedua tangan patung-patung kera itu.

"Ada orang yang berdoa dan mengalungkan bunga di kera. Kalau nazarnya terkabul, biasanya orangnya ke sini lagi membawa telur dan ketan," kata seorang penjaja makanan ringan di lokasi, Minah.

Telur dan ketan inilah yang nantinya diberikan ke kelompok kera sebagai ucapan terimakasih atas terkabulnya doa. Ada lima kelompok habitat kera di lokasi wisata. Kera-kera ini tak pernah akur bila ada anggota kelompok lain memasuki kawasan kelompok lainnya. Adapun populasinya 50-100 ekor setiap kelompok kera.

Tak ada penamaan khusus bagi setiap kelompok kera. "Nama kelompoknya enggak ada. Tapi ada kera yang suka ambil kaca mata, namanya kelompok kaca mata, ada kelompok sumbing, ganas,dan mata binsa,"kata Minah.
Untuk berkeliling, pelancong berjalan di atas titian beton di area habitat kera ekor panjang. Populasi kera sudah jinak, tak perlu cemas barang bawaan akan diembat si kera. Pelancong pun nampak tak canggung ketika memberi aneka makanan kesuakaan kera, seperti pisang, kacang, dan kue lainnya.

Puas menengok kera, saya melipir ke sebuah pondokan berdinding hijau-kuning di sebelah kanan altar utama. Di pintu masuk, terpampang papan bertuliskan: "Tempat ziarah, doa selamat, mandi anak, tapung tawar, dll." Alternatif pilihan itu mengundang rasa penasaran saya untuk singgah sejenak.

Di dalam pondokan, dua bak air ukuran besar berisi untaian bunga terletak di pojok pintu masuk. Seorang pria berkopiah dan berkaos putih plus dua ibu-ibu menyambut kedatangan saya. Mereka bergegas menawari mandi bunga. "Bayarnya seiklasnya saja, enggak bayar juga enggak masalah. Hari ini sudah empat anak-anak mandi tadi," kata Siti Makratulzanah, istri dari si juru kunci Abdul Sidik.

Menurut Abdul Sidik, banyak peziarah dan pelancong yang datang ke pondokannya. Mereka meminta restu atas suatu niat dan bernazar. Kelak bila niatan itu terkabul, kata Sidik, peziarah tadi akan kembali ke Pulau Kembang dengan membawa aneka sesaji seperti gula merah, ketan, telur, dan kelapa. Ketan dan telur ini yang diberikan kepada populasi kera yang mendiami Pulau Kembang.

Ada kepercayaan, kera-kera itu membawa keberuntungan karena memuluskan segala niatan. Sidik berkata, keyakinan semacam ini tumbuh dari legenda terbentuknya Pulau Kembang. Konon, kata Sidik, daratan Pulau Kembang bermula dari kandasnya kapal agresor Inggris yang mengangkut etnis Cina ketika hendak menaklukkan Kerajaan Kuin Selatan. Seorang Patih Kuin Selatan, Datu Pujung, menenggalamkan kapal itu karena berkukuh ingin menguasai Kerajaan Kuin Selatan.

Alhasil, banyak penumpang kapal tewas bersamaan dengan tenggelamnya kapal agresor tersebut. Lama-lama lokasi tempat tenggelamnya kapal ditumbuhi aneka biji-bijian dan penumpukan kayu. Biji-bijian ini kemudian berkembang biak menjadi pepohonan dan daratan pulau. Cerita banyaknya etnis Cina tewas di Sungai Barito pun menyebar dari mulut ke mulut.

Yakin atas peristiwa itu, mendorong etnis Cina keluarga korban melakoni ziarah kubur untuk mengenang jenazah yang tak diketahui rimbanya. Mereka pun membawa aneka untaian bunga dan memanjatkan doa di pulau tersebut. Kebiasaan berziarah dan berdoa sambil membawa bunga itu akhirnya membawa pada penamaan Pulau Kembang.

Adapun asal-usul ratusan kera bermula dari dua ekor kera jantan dan betina yang dibawa oleh utusan kerajaan untuk menjaga Pulau Kembang. Sepasang kera ini pun beranak pinak hingga mencapai ratusan ekor. Versi lain, kata Sidik, ada anggapan kera-kera itu jelmaan dari orang-orang yang tenggelam. Itulah sebabnya, banyak peziarah memanjatkan doa sambil membawa untaian bunga demi memuluskan niat.

Pulau Terkecil di Dunia Ada di Indonesia


Melancongyuk - Wilayah Indonesia terdiri dari kepulauan. Dari ujung barat hingga timur kawasan Nusantara berjejer pulau-pulau beragam ukuran, mulai yang paling besar dan kecil pun ada. Bahkan Indonesia juga punya pulau yang dinobatkan terkecil di dunia, yaitu Pulau Simping.

Pulau Simping diakui dan tercatat di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai pulau terkecil yang ada di dunia. Pulau yang memiliki luas keseluruhan kurang dari satu hektare tersebut terletak di Teluk Mak Jantu di kawasan Pantai Sinka Island, Singkawang Selatan, Kalimantan Barat.

Dahulu, pulau ini dijuluki Kelapa Dua, sebab ada dua pohon kelapa menjulang di tengah pulau tersebut. Kini, ada beberapa pohon kelapa dan tumbuhan perdu. Meski tidak luas, tetapi di pulau ini terdapat kelenteng yang sampai sekarang masih digunakan orang-orang Tionghoa bersembahyang.

Waktu terbaik untuk menikmati pulau ini yaitu pada sore hari. Sembari menunggu matahari tenggelam, kita dapat berbaur dengan alam di sekitar pulau yang masih asri. Kedalaman air laut di sekitar pulau tidak terlalu dalam. Kita dapat dengan leluasa bermain air atau pun berenang. Namun sayang, kualitas air kurang jernih.

Pulau ini sempat berjaya sekitar 10 tahun lalu. Sebagai daya tarik wisata, di pulau ini dibangun jembatan dibuat sebagai penghubung. Namun sayangnya, kondisi jembatannya telah rusak berat. Padahal pada masanya dahulu di jembatan tersebut wisatawan bisa berjalan sambil menikmati angin laut bertiup sepoi-sepoi untuk melihat klenteng tua. (Sportourism)

Mengenal Karuang, Masakan Khas Suku Dayak Maanyan


Melancongyuk - Karuang merupakan salah satu masakan khas dari suku Dayak Ma'anyan yang berada di wilayah Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten Barito Timur.

Masakan yang juga dikenal dengan sebutan Kalumpe ini merupakan salah satu makanan favorit suku Dayak Ma’anyun dan dikenal dengan rasanya yang lezat dan gurih.

“Karu'ang merupakan masakan yang terbuat dari daun singkong yang ditumbuk hingga halus, dan kemudian dimasak menggunakan bumbu masakan yang alami,” kata ahli kuliner Suku Dayak Ma'anyan, Welnitha di Buntok, Barito Selatan, kemarin (9/2).

Adapun cara membuat masakan ini cukup mudah, awalnya daun singkong ditumbuk sampai halus menggunakan lesung atau lehung dalam bahasa ma'anyan.Kemudian dimasak menggunakan bawang putih, bawang merah, lengkuas, dan serai, serta kayu manis.

"Dalam masakan itu biasanya ditambah dengan terung kecil dan bulat bentuknya atau dalam bahasa Ma'anyan teung pipit, atau sulur," ucapnya.

Setelah setengah matang, dimasukkan cabe rawit, dan santan sambil diaduk hingga matang. Habis itu, Karu'ang sudah siap untuk dihidangkan.

Menurutnya, masakan ini sangat enak ditemani dengan sambal terasi, dan ikan asin yang digoreng.
Bukan hanya favorit dikalangan suku dayak Ma'anyan saja, akan tetapi sudah banyak dijumpai di sejumlah warung makan di wilayah Kalteng ini.

Sudah Tahu Surga di Timur Kalimantan Ini?


Melancongyuk - Pulau Kalimantan adalah pulau yang dipercaya merupakan paru-paru bagi planet ini. Banyak juga dari kita pasti langsung memikirkan kata “hutan” atau “pertambangan” ketika pertama kali mendengar nama Pulau Kalimantan. Namun tahukah kawan, jika Pulau Kalimantan bukan hanya kaya akan hutan dan tambangnya? Pulau Kalimantan juga kaya akan keindahan pulau-pulau kecil di sekitarnya dan biota lautnya. Salah satunya adalah Kepulauan Derawan.

Kepulauan Derawan berada di Kabupaten Berau dan masuk ke dalam Provinsi Kalimantan Timur. Salah satu pulau yang cantik yang ada di Kepulauan Derawan adalah Pulau Derawan.

Kepulauan yang terkenal karena pasir putihnya ini memiliki luas 44,6 hektare. Tak perlu waktu lama untuk bisa menikmati pulau ini secara keseluruhan, hanya butuh 30 menit untuk bisa mengelilingi Pulau Derawan dengan menggunakan sepeda motor.

Bentangan pasir putih nan lembut dan birunya air laut inilah yang menjadi daya tarik Pulau Derawan. Tak hanya pemandangannya yang akan melepaskan penat, Pulau Derawan juga kaya akan biota lautnya.

Diatas pasir putih ada ratusan penyu yang sedang bertelur dan ada juga ratusan tukik yang siap “terjun” ke lautan lepas dan belajar menjadi penyu dewasa. Ada juga beberapa jenis ubur-ubur seperti Cassiopeia Ornata, Tripedalaia Cytophota, Mastigias Papua, dan Aurelia Aurita yang jumlahnya banyak di sana dan sering menari di sekitar dermaga.

Tak hanya ubur-ubur yang sering menari di sekitar dermaga, tetapi juga ikan-ikan kecil yang menari di antara hamparan alga hijau. Pulau Derawan memang tempat yang sangat cocok untuk melakukan snorkeling, karena kita dapat merasakan sendiri kekayaan biota laut yang ada di sini.

Saking kayanya akan biota laut, kepulauan derawan sempat diteliti oleh seorang peneliti dari Institut Antropologi Biologi dan Departemen Hewan, Universitas Oxford, inggris bernama Hoanthan Kindon. Belaiau mengatakan bahwa biota yang ada di kepulauan derawan mewakili berbagai bentuk kehiduoan purba. Katanya hampir mustahil di masa kini untuk menemukan ekosistem biota laut yang seperti di kepulauan derawan ini.

Tak hanya Pulau Derawan yang cantik di Kepulauan Derawan, tapi masih ada beberapa pulau yang juga tak kalah cantiknya dari Pulau Derawan, yaitu Pulau Kakaban, Pulau Sangalaki,dan Pulau Sidau.