Rumah Tradisional Jadi Daya Tarik Kampung Adat Praijing Sumba
NTT Sumba Wisata Nusantara
Melancongyuk - Mengunjungi Sumba maka Anda akan melihat bangunan rumah yang khas, yaitu bentuk atap menjulang tinggi. Rumah-rumah di Sumba dan lingkungan pedesaannya memang dapat dijadikan tujuan wisata, maka tidak jarang banyak traveler yang ketagihan untuk mengunjunginya kembali.
Salah satu desa adat yang bisa jadi pilihan Anda ketika berlibur di Sumba ialah Kampung Adat Praijing. Meskipun kampung yang berada di Desa Tebara, Kecamatan Waikabubak, Kabupaten Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut sempat alami kebakaran pada 2000 lalu, tapi pesonanya tidak luntur dilahap si jago merah, terbukti hingga kini pun masih dikunjungi wisatawan dalam maupun luar negeri.
Menemukan Kampung Adat Praijing tidak sulit, karena hanya berjarak sekira tiga kilometer dari pusat kota dan terletak persis di atas Bukit Praijing. Ketika berada di Kampung Adat Praijing, para traveler bisa melihat-lihat keseharian penduduk lokal, yang tidak bisa Anda dapatkan di kampung manapun sambil mempelajari kebudayaan dan adat istiadatnya, memandangi hamparan areal persawahan yang membentang, dan melihat Kota Waikabubak, Ibu Kota Kabupaten Sumba Barat dari ketinggian.
Setelah peristiwa kebakaran, kini rumah tradisional yang masih berdiri di Kampung Praijing tersisa 38 rumah, yang terdiri dari beberapa beberapa rumah adat dengan sebutan masing-masing. Ada rumah yang disebut Uma Bokulu dan Uma Mbatangu. Artinya, Uma Bokulu adalah rumah besar, sedangkan Uma Mbatangu adalah rumah menara.
Dalam gambar, Anda bisa lihat ada rumah-rumah yang beratap menjulang seperti menara dan ada pula yang tidak bermenara, nah itulah perbedaan bentuk Uma Bokulu dan Uma Mbatangu. Dalam sebuah rumah tradisional Sumba, isi rumah tidak boleh sembarang, harus sesuai dengan aturan. Bagian bawah rumah digunakan untuk hewan ternak, bagian tengah untuk penghuni, dan bagian atas berfungsi untuk menyimpan makanan dan benda-benda pusaka.
Untuk memasuki rumah tradisional Sumba, penghuni pun tidak boleh asal, karena ada dua buah pintu berbeda yang diperuntukkan bagi laki-laki dan perempuan. Ada pintu laki-laki dan pintu perempuan yang dibuat dari tiang berukir, jadi kepala rumah tangga dan ibu masuk dari pintu yang berlainan.
Selain fungsi tiap bagian dan pintu yang tidak boleh asal menggunakannya, ruangan di dalam rumah juga dibedakan berdasar empat tiang penyangga menara. Ada tiang perempuan, yang letaknya dekat dengan ruang untuk ibu beraktivitas, ada pula tiang laki-laki, yang berada dekat dengan ruang ayah tidur dan ruang tamu, tempat ayah dan pria lainnya berdiskusi.
Keyakinan Marapu yang masih dianut oleh orang Sumba, membuat penduduk menyiapkan sebuah detail bundar pada setiap tiang yang ada di dalam rumah. Detail tersebut diyakini tempat bersemayamnya Marapu. (Okezone)