Tampilkan postingan dengan label Aceh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Aceh. Tampilkan semua postingan

Mengintip Surga dan Tugu 0 Kilometer di Bawah Laut Ujung Barat Indonesia

Foto di Tugu 0 Kilometer Indonesia juga bisaa | Foto: Serambinews.com/M Anshar

Melancongyuk - Ada satu taman laut di ujung barat Indonesia yang pesonanya tak kalah indah dan kaya dengan laut-laut timur Indonesia. Di Pulau Rubiah tepatnya, satu pulau yang merupakan bagian dari wilayah Kota Sabang, Aceh dan berada di sebelah barat-laut Pulau Weh.

Seperti laut-laut indah lainnya, taman laut di Pulau Rubiah ini juga merupakan surga bagi biota laut yang sangat beragam. Tak heran bila tempat ini selalu ramai dikunjungi wisatawan setiap akhir pekan untuk melihat keindahan dan merasakan keseruan menyelam di Taman Laut Pulau Rubiah.

Air tenang dan warnanya yang biru jernih tak henti menggoda para wisatawan. Lokasi taman lautnya yang terletak di antara Pulau Rubiah dan Pantai Iboih membuat jarang sekali muncul ombak kencang di titik lokasi selamnya. Tentu saja ini membuat penyelam akan lebih aman dan nyaman saat bertemu dengan penduduk bawah laut taman ini.

Di Taman Laut Rubiah pengunjung akan diberikan dua jenis keindahan bawah laut, yaitu yang alami dan buatan.

Keindahan bawah laut alami menjadi tempat tinggal bagi ikan-ikan hias berwarna-warni yang kalau diberi roti, ikan-ikan tersebut akan langsung menyambarnya. Salah satu ikan yang dapat dijumpai di sini adalah ikan badut atau clownfish.

Nemo-nemo di Laut Rubiah | Foto: Daily Voyagers

Jenis ikan lainnya juga ada, seperti ikan Bendera, ikan Kepe-kepe, ikan Botana Biru, ikan Sersan, ikan Kerapu, dan berbagai macam ikan lainnya. Bintang laut, bunga lili laut, cumi-cumi, dan berbagai macam terumbu karang juga dapat ditemui di taman laut ini.

Selain itu, di Taman Laut Rubiah juga ada daerah yang cukup luas dengan dasarnya hanya pasir putih. Inilah keindahan bawah laut buatan yang ada di taman laut ini.
Untuk mempercantik lokasi yang kosong tersebut, telah diletakkan beberapa benda seperti ayunan, meja dan kursi, bangkai mobil dan bangkai motor yang bisa mempercantik foto bawah laut para penyelam.

Tak hanya itu, miniatur Tugu 0 Kilometer pun ada di bawah laut Rubiah dengan kedalaman 12 meter.

Sedikit Kisah Tentang Rubiah

Selain Taman Laut Rubiah yang indah ini, ternyata nama Rubiah di sini juga menyimpan kisah sejarah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Rubiah sendiri berarti wanita yang saleh, istri ulama, atau wanita yang menjadi guru mengaji. Jika memutar waktu ke belakang, memang arti-arti tersebut ada benarnya.

Main ayunan di bawah laut? Bisa! | Foto: Daily Voyagers

Menilik cerita masa lalu, Siti Rubiah merupakan seorang istri dari Tengku Ibrahim yang memiliki gelar Tengku Iboih. Tengku Ibrahim ini adalah seorang ulama dan guru mengaji sehingga arti Rubiah yang merupakan istri ulama dan guru mengaji adalah benar adanya.
Siti Rubiah juga merupakan seorang wanita yang taat. Kala Tengku Ibrahim harus menetap selama beberapa waktu di Pulau We untuk berdakwa, beliau pun menyusul suaminya ke sana. Namun karena ada sedikit perselisihan, Siti Rubiah harus berpisah dengan Tengku Ibrahim.

Tengku Ibrahim tinggal di Iboih dan Siti Rubiah tinggal di pulau di seberang pantai Iboih. Kepindahan inilah yang kemudian membuat pulau tersebut diberi nama Pulau Rubiah.

Serunya Wisata Ramadan di Aceh

Wajah Baru Masjid Raya Baiturrahman Aceh

Melancongyuk - Ramadan menjadi salah satu waktu yang dimanfaatkan umat Muslim untuk lebih mendekatkan diri dengan Tuhan. Tak heran jika selama bulan penuh berkah, wisata bertema religi banyak diminati oleh masyarakat.

Salah satu daerah yang cukup populer di kalangan wisatawan yang menghadirkan wisata tersebut adalah Nanggroe Aceh Darussalam. Mengingat budaya Islam yang kental di Aceh, menjadikan provinsi ini memiliki daya tarik tersendiri.

"Itu membuat orang tertarik ke Aceh, mau merasakan Ramadan di sana," kata Menteri Pariwisata Arief Yahya, belum lama ini.

Di sisi lain, Kepala Dinas Pariwisata Aceh, Amiruddin Cut Hasan menyatakan bahwa paket wisata Ramadan yang ditawarkan daerahnya lebih menekankan pada ibadah.

"Kondisi puasa di Aceh orang kembali ke Allah menyerahkan diri ke Allah. Jadi wisatawan datang menginap. Yang sering (ke Aceh) adalah wisatawan Malaysia khusus untuk ibadah," tuturnya.

A post shared by Bembenk Syifa (@bembenksyifa) on


Sementara itu, rangkaian wisata Ramadan yang ditawarkan, meliputi Tadarus yang dijalankan selepas salat Tarawih hingga menjelang waktu sahur. Kegiatan itu dilanjutkan dengan safari subuh.

"Ibadah setelah subuh ada ceramah. Setelah itu, biasanya wisata jalan kaki menikmati udara di sana," kata dia.

Asal-usul Tradisi Meugang di Aceh Jelang Ramadan

Selain itu, paket Ramadan yang ditawarkan oleh Aceh kepada wisatawan adalah tradisi berbuka puasa. Untuk menunya pun bervariasi dan tergantung dari desa masing-masing. Masyarakat di desa tersebut membawa makanan ke Masjid untuk menunggu Magrib untuk buka puasa bersama.

“Panganan Aceh yang tidak pernah ada saat bulan biasa, akan ada di bulan Ramadan, contohnya sambal daun dari beberapa daun," kata Amiruddin.

A post shared by Novita Saprika Thamren (@sahrenn) on

Ada juga lemang, berupa nasi yang dibakar pakai bambu. Namun juga ada beberapa kue basah dalam menu berbuka, seperti kue lapis, cenil hingga tapai. Selengkapnya

Aceh Culinary Festival 2018 Siap Bikin Inovasi Baru


Melancongyuk -  Aceh Culinary Festival kembali dihelat tahun ini dengan mengangkat tema " New Traditional: Look Good, Taste Good" . Festival kuliner yang telah menjadi agenda tahunan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh ini adalah salah satu unggulan dalam 100 event wisata wonderful Indonesia yang diluncurkan oleh Kementerian Pariwisata.

#AcehCulinaryFestival2018 diharapkan dapat menjadi katalisator dalam industri kuliner di Aceh, sehingga kekayaan cita rasa lokal bisa menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri. Hal ini mengacu pada pesatnya perkembangan tren kuliner yang didominasi makanan internasional.

Lebih dari 100 pelaku usaha kuliner, pengamat serta komunitas penikmat dan hobi, akan berpartisipasi dalam perayaan kuliner Aceh ini. Semuanya akan berkontribusi dalam pelestarian budaya kuliner Aceh serta menciptakan berbagai menu inovasi yang menggabungkan cita rasa Aceh dengan berbagai unsur kuliner dunia.

Acara yang akan diselenggarakan pada 4 – 6 Mei 2018 di Lapangan Blang Padang Kota Banda Aceh ini akan mengundang sejumlah chef ternama.

" Para chef akan unjuk kebolehan menampilkan inovasi dan kreasinya dalam mengolah kuliner khas Aceh agar menjadi sajian yang memiliki tampilan premium dalam balutan konsep fine dining. Skil memasak ala chef dengan kemampuan gastronomy molecular hingga standar Michelin Star (penghargaan di bidang kuliner kelas dunia) akan disuguhkan," demikian keterangan pers yang diterima Dream.co.id, Selasa 14 April 2018.

Workshop Food Stylist, Food Photography, dan Foodpreneur menghadirkan pakar serta praktisi yang ahli di bidangnya akan digelar secara gratis bagi para pengunjung yang mendaftar. Selain itu, khanduri tetap menjadi suguhan wajib. Bagi pengunjung yang beruntung, aneka ragam hidangan khas Aceh dapat dinikmati secara gratis.

Pengunjung yang memiliki kemampuan food photography dan food stylist juga bisa mengikuti kompetisi food photography tematik dan food styling challenge yang akan digelar di lokasi acara setiap hari dengan hadiah jutaan rupiah. Tahun ini para tenant pengisi stand pameran juga akan memperebutkan gelar tenant terbaik pelestari budaya kuliner dan tenant dengan inovasi kuliner terbaik berhadiah total Rp10 juta.

Festival yang digelar selama tiga hari ini akan semakin meriah dengan penampilan berbagai pertunjukan seni budaya Aceh, para penyanyi dan penulis lagu berbakat Indonesia, hingga kelompok musik Fusion Ethnic yang kiprahnya telah sampai ke panggung Java Jazz.

Menikmati Pesona Baby Island, Pulau Ribuan Burung Camar di Aceh


Melancongyuk - Bagi Anda yang suka dengan pulau, lalu dipenuhi burung-burung beterbangan, ini rekomendasi buat Anda. Destinasi itu bernama Baby Island. Sebuah pulau yang terletak di kecamatan Pulau Banyak, Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh.

Masyarakat setempat akrab menyebutnya Baby Island. Pulau itu tidak berpenghuni, namun menyimpan panorama pantai yang memanjakan mata. Pulau mungil itu hanya berukuran setengah dari lapangan voli. Dan menjadi tempat persinggahan bagi ribuan burung camar. Suguhank itu sungguh memanjakan mata.

Dulu, pulau itu ditumbuhi beberapa pohon kelapa. Namun, ketika tsunami memporak-porandakan Aceh pada 2004 silam, serta gempa tektonik mengguncang Nias pada 2005 membuat pulau itu hilang tenggelam karena penurunan daratan.

Sejak peristiwa itu, Baby Island tidak lagi terlihat pandangan mata dari perairan Pulau Banyak. Tenggelam bertahun-tahun, baru pada 2014 pulau itu muncul kembali. Namun pulau itu baru bisa kelihatan ketika air laut pasang surut. Yang menampakkan bentuknya hanya berupa dataran pasir putih halus, pasir khas Pulau Banyak.


“Pulau ini hanya bisa kita lihat sekitar pukul 12.00 WIB dan hanya beberapa jam saja, ketika air pasang naik, pulau itu tidak lagi nampak,” kata salah seorang pegiat wisata di Pulau Banyak, Novri.

Bagi Anda yang ingin menyambangi Baby Island, tak usah khawatir soal transportasi. Ada beberapa transportasi yang ditawarkan untuk bisa sampai ke Pulau Baby Island.

Jika dari Medan, Sumatera Utara, Anda harus menempuh perjalanan jalur darat sekitar tujuh jam, untuk sampai di Aceh Singkil. Atau jika Anda berasal dari Banda Aceh, harus menempuh jalur darat yang memakan waktu hingga 12 jam ke Aceh Singkil.

Selanjutnya, di Aceh Singkil pengunjung harus menyeberang ke kecamatan Pulau Banyak menggunakan kapal ferry atau kapal kayu milik nelayan setempat. Dengan waktu tempuh tiga jam jalur laut. Tiba di Banyak, pengunjung yang hendak ke Baby Island harus dipaksa menyebarang antar pulau lagi sekitar 30 menit, menggunakan perahu mesin untuk bisa sampai ke pulau ‘’burung camar’’ itu.

Untuk diketahui, kepulauan banyak merupakan destinasi wisata bahari yang terbilang komplit. Setidaknya, ada sekitar 63 pulau yang diantaranya berukuran kecil dan tak berpenghuni. Jika pengunjung ingin berselancar, Kepulauan Banyak menyediakan lokasi di Ujung Lolok dan Pulau Bangkaru. ‘’Kualitas ombaknya berstandar internasional,’’ pungkas Novri. (Okezone)

Pernah Coba Memek? Warisan Kabupaten Simeuleu yang Bikin Ketagihan


Melancongyuk - Indonesia memiliki ribuan hamparan pulau-pulau yang indah untuk dikunjungi. Tak hanya itu, kuliner khas setiap daerahnya cukup beragam dan aneh serta unik, mulai dari peyajiannya sampai dengan nama makanan yang dihidangkan.

Salah satunya kuliner unik yang berasal dari Kabupaten Simeuleu, Aceh bernama memek. Memang belum banyak orang tahu makanan ini berikut daerah asalnya. Walaupun nama makanan tersebut selalu diartikan dengan hal negatif, namun rasanya sangatlah enak dan bakal membuat Anda ketagihan.

Memek adalah makanan warisan nenek moyang masyarakat Simeuleu yang khas dan mantap. Makanan tradisional yang rasanya manis seperti bubur ini telah ada sejak turun temurun, sebelum Indonesia merdeka.

Makanan yang diberi nama aneh ini terbuat dari beras ketan yang digongseng, pisang ditumbuk, gula, serta santan yang diperas menggunakan air hangat. Semua dijadikan satu nampak seperti bubur manis beraroma pisang yang legit.

Makanan klasik ini kerap dihidangkan masyarakat saat bulan Ramadan atau Hari Raya Idul Fitri. Bahkan memek ini acap kali disajikan sebagai makanan pembuka bagi para tamu dari luar daerah yang berkunjung ke pulau paling barat Indonesia itu.

Dulunya memang, memek ini merupakan kuliner peninggalan dari zaman kerajaan sebagai bentuk penghormatan kepada tamu yang datang. Seiring perkembangan zaman, kuliner khas ini sudah mulai jarang ditemui di Simeulue, kalaupun ada biasanya pengunjung memesan sebelumnya. Untuk harga perporsinya dibandrol Rp. 10.000. (Sportourism)

Bur Telege, Wisata Negeri di Atas Awan Takengon


Melancongyuk -  Tanah Gayo, Aceh, bukan hanya terkenal dengan hasil alamnya berupa kopi yang berkelas. Wilayahnya yang berupa dataran tinggi menghadirkan panorama alam yang memanjakan mata, dibalut dengan kearifan lokal yang masih melekat. 

Daerah yang terletak di Kabupaten Aceh Tengah, Aceh, ini dijuluki sebagai Negeri di Atas Awan, karena daerahnya di dataran tinggi, dan memiliki objek wisata alam yang begitu mempesona. Salah satunya yang lagi hit di kalangan kaula muda ialah Bur Telege atau Bur Gayo.

Bur Telege terletak di Kampung Bale Bujang, Kecamatan Laut Tawar, Aceh Tengah. Berada di ketinggian 1.250 meter di atas permukaan laut. Pesona kota Takengon dan Danau Lut Tawar yang sudah populer duluan langsung bisa dinikmati dari atas ketinggian ini.


Bur Telege, merupakan destinasi wisata perbukitan, yang disulap menjadi sebuah taman dengan nuansa kekinian. Destinasi wisata ini tidak jauh dari pusat ibu kota Aceh Tengah, Takengon. Jika pengunjung berada di seputaran Kota Takengon, pasti akan tampak tulisan besar “Gayo Highland” di bukit di atas danau, itulah lokasi destinasi Bur Telege.

Lokasi ini memberikan sentuhan panorama indah kepada wisatawan. Alamnya yang eksotis ditambah beberapa fasilitas menjadikan tempat ini sebagai wahana baru untuk melepas penat.

Bukan hanya itu, lokasi ini juga menyajikan kopi khas Gayo bagi pengunjung, sembari menikmati panorama alam kota Takengon. Menyeruput hangatnya kopi dengan suasana sejuk sembari menikmati pemandangan indah merupakan sensasi yang berbeda di warung kopi.

Ketua Pemuda Bale, Isdarissinia mengatakan, Bur Telege mengandung arti puncak telaga. ‘Bur’ diartikan sebagai puncak gunung maupun bukit, sedangkan ‘Telege’ berarti telaga.

“Awalnya bukit yang terkenal dengan Tulisan Gayo High Land ini lebih dikenal dengan sebutan Bur Gayo. Namun, kami kembalikan ke nama aslinya, Bur Telege,” katany beberapa waktu lalu, saat ditemui di Bur Telege.


Dia lalu menceritakan arti dari kata Bur Telege. "Disebut Bur Telege karena di atas bukit ini terdapat sebuah sumur yang menurut pendapat orang tua kami dahulu, airnya tidak pernah kering walaupun kemarau," ujarnya. 

Dikatakannya, destinasi wisata perbukitan dibuka sejak Juni 2017 lalu oleh warga sekitar untuk mendongkrak perekonomian warga.

Salah seorang wisatawan, Muhammad Fadhil mengatakan, meski menempuh perjalanan jauh dari Kota Banda Aceh, ia mengaku pemandangan di Bur Telege berbeda dengan perbukitan lain. Apalagi bisa sembari menikmati kopi Khas Gayo.

“Nikmatnya di sini bisa merasakan pemandangan dan ngopi, kopi asli Gayo,” ucapnya.

Untuk menuju lokasi ini dari Kota Takengon cukup dekat. Hanya berkisar 20 menit. Dan, pengunjung harus kembali naik ke puncaknya dengan berjalan kaki, sebelum bisa menikmati Kota Takengon dari atas perbukitan. Warga setempat memasang tarif sekali masuk Rp2.500 per orang. (viva)